Tampilkan postingan dengan label solfest. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label solfest. Tampilkan semua postingan

[SOLFest] Reportase SOLFest #2

Setelah persiapan selama sebulan dari SOLFest #1 di Kampus Unhas, 5 Oktober lalu, akhirnya SOLFEST #2 dapat terlaksana kembali. Masih dengan konsep yang sama bertajuk “Kampanye Mendukung Perjuangan Petani Takalar”. Persiapan tersebut mencakup evaluasi dan pematangan jaringan kerja, penggalangan dana, sosialisasi, pengisi acara, material kampanye , sampai persiapan teknis acara. Tetap berpegang teguh pada spirit awalnya, kegiatan ini murni terselengara atas partisipasi dan swadaya bersama serta dukungan donasi berbagai pihak tanpa label sponsor korporasi maupun lembaga donor. Sebagai kampanye independen, SOLFest juga tentu berupaya keluar dari tendensi-tendensi politis pihak tertentu atas perjuangan petani.

Berangkat dari catatan evaluasi atas kampanye Solfest sebelumnya, kali ini berjalan lebih maksimal. Pertemuan/rapat intens dua sampai tiga kali seminggu terus memberi ruang aktif bagi individu yang berpartisipasi. Dua hari menjelang kegiatan intensitas kerja makin padat dan cukup menguras energi tim kerja, tapi spirit dan semangat teman-teman tetap nampak dalam menjalankan visi kampanye ini.

Bertempat di Kampus STMIK Dipanegara, 9 November 2009, tepat 3 bulan insiden penembakan petani Takalar 9 Agustus lalu. Halaman kampus yang cukup luas, dirubah menjadi areal kampanye. Sebuah panggung mini, dihiasi tanaman tebu mengelilinginya . lengkap dengan peralatan musik sebagai pemeriah acara. Di sudut lain, terpasang tenda stand pameran menampilkan sekumpulan data & informasi, foto-foto seputar kejadian di Takalar, dan mengangkat sisi lain yang tak terekspos secara meluas. Fakta dan informasi yang takkan pernah didapat dari media massa.

Sebagai even kampanye, material kampanye menjadi hal yang penting. Sekitar 600 lembar flyer, 300 buah pin, 200 lembar stiker, dan material lainnya disiapkan dalam 1 paket kantong cantik dan dibagikan secara gratis. Gratis? Ya, dalam kampanye ini, banyak yang bertanya-tanya, apa betul gratis? Kultur jual beli mematikan imajinasi kita tentang sebuah kondisi dimana transaksi atas uang eksis.

Di sebuah meja diletakkan lembar petisi, bagi setiap orang yang ingin mengapresiasikan dukungan dengan mencantumkan nama dan tanda tangannya . Terdapat juga kotak donasi sebagai bentuk support bagi kelanjutan kerja kampanye Solfest. Dari sinilah kekuatan kampanye SOLFest, berangkat dari solidaritas umum, dan tidak bergantung dari pendanaan dari pemerintah, maupun lembaga donor.

Untuk materil pendukung lain dipasang spanduk putih sepanjang tiga meter, media coret-coret pesan, apresiasi dukungan serta uneg –uneg atas perjuangan petani. Sementara di dekat tangga, ada stand baca dari Biblioholic dan dapur Solfest yang menyajikan menu sederhana bagi kegiatan ini.

Selain materil pendukung kampanye, lebih dahulu disepakati pembagian/distribusi peran yang terlibat dalam tim kerja. Pembawa acara, humas, teknisi panggung, dokumentasi, penanggung jawab testimony, tim Direct Dialog dan pengumpul petisi.

Jam satu siang, molor dua jam dari jadwal yang direncanakan, kampanye ini dibuka. Duet amut MC acara yaitu Kiky dan Achi memulai peran vitalnya. Mereka memulai acara dengan memperkenalkan Solfest, mempertegas posisi dan visi kegiatan ini sebagai ajang kampanye dalam rangka membangun apa yang kami sebuah sebagai gerakan sosial.

Meski molor beberapa saat, penampil perdana, duo pemain gendang dari Sastra Unhas membuka kampanye ini dengan permainan yang menghentak. Tepat menarik perhatian pengunjung ataupun orang yang melintas saat itu. Tampak orang-orang mulai berkumpul dan memusatkan perhatiannya.

Aci dan Kiky pun menggeber penampil berikutnya untuk masuk pada atmosfer kasus di Takalar. Dan seorang Tyan dengan “Bunga dan Tembok” dan “Puisi Menolak Patuh“ Wiji Tukul pun mengajak pengunjung untuk terlibat secara emosional ke inti kampanye. Pembacaan puisi yang luar biasa oleh iringan backsound yang menghanyutkan. Pandangan terpusat ke arahnya, terkesima, merinding serta menyentuh emosi dan rasa haru. Seorang ibu dari Takalar, yang datang bersama rombongan beberapa saat sebelum acara dimulai, melinangkan airmata tersentuh oleh setiap alunannya. Applaus meriah mengakhiri puisi agitatif nan indah itu.

Paper Clip menjadi band penampil berikutnya. Ada dua nomor dari Incubus yang menggugah suasana sebagai momen kampanye bagi kalangan anak muda yang identik dengan hedonism dan kemasabodoan.

Selang beberapa waktu, performance panggung jeda. Duet MC kembali mengangkat Solfest sebuah kampanye untuk mengenyampingkannya sebagai sebuah even semata. Tak henti-hentinya spirit SOLFest diserukan, untuk mengajak dan membuka ruang partisipasi.

Aktivitas kampanye terus berjalan. Stand data terus dipenuhi pengunjung. Yang menarik, kampanye ini tidak membutuhkan seorang guide untuk menerangkan informasi apa saja yang tertera. Pengunjung yang singgah di tenda informasi justru menemukan bapak dan ibu, warga Takalar yang datang langsung ke kampanye ini untuk menyampaikan testimoninya mengenai apa yang terjadi. Mereka dengan sigap menyampaikan jawaban-jawaban bagi setiap pengunjung yang bertanya. Menceritakan perihal yang berkait kejadian di Takalar.

Di sebelah panggung, beberapa meter sebelah kiri, beberapa orang beraksi di arena Shout on Target. Ada gambar polisi dan pejabat terpampang, di atasnya tulisan “Kenali Musuhmu”. Games ini sebenarnya untuk memeriahkan kampanye.Siapapun bebas melemparkan peluru ke arah gambar di papan.

Paket materil kampanye dalam sebuah kantong cantik juga dibagikan sambil membuka apresiasi solidaritas dengan mengumpulkan tanda tangan pada petisi. Terkhusus bagi tim direct dialog , sangat aktif berkeliling mengumpulkan tanda tangan. Spanduk apresiasi juga terus dipenuhi coretan tangan berisi beragam komentar. Walaupun dalam cuaca yang sangat panas dan terik, aktivitas kampanye berjalan maksimal dimana masing-masing menjalankan perannya.

Tepat jam 3 sore, puncak kampanye sampai pada sesi testimony/kesaksian warga Takalar. Delapan orang yang hadir saat itu bertutur tentang perjuangan panjang mereka dan memberikan informasi langsung berkait hal-hal yang tak pernah terpublikasi ,dimana hak-hak mereka terampas dan kehidupan mereka terkecekam oleh konflik panjang petani melawan korporasi negara PTPN XIV. Seorang ibu bercerita pengalamannya di penjara atas tuduhan kriminal, pengrusakan lahan yang terjadi pada insiden penembakan Pakkawa tahun 2008 lalu. Perjuangan petani yang belum berakhir hari ini, tiada harapan bagi dukungan yang meluas, pernyataan yang menutup testimoni selama kurang lebih dua jam. Berakhir testimoni, warga takalar meninggalkan tempat dan kembali ke tanah perjuangan mereka.

Setelah sesi utama berupa testimoni warga, dan sebagai pemanis kampanye ini, panggung SOLfest kemudian diisi oleh band-band pendukung hingga tuntasnya acara tepat pukul enam. Sepertinya bagian inilah yang punya daya magnet yang menggerakmajukan beberapa pengunjung. Dari seluruh rangkaian kegiatan, inilah yang menjadi tantangan berat bagi Tim Solfest untuk mengangkatnya tetap bermakna sebagai medium gerakan. Dibalut dalam bentuk panggung terkadang sulit memposisikan sebagai sebuah kampanye atau sebuah event semata layaknya konser musik ala perusahaan rokok.

Sejak awal, konsep SOLFest adalah kampanye dengan medium yang paling mudah diterima oleh audiensnya, yakni kalangan anak muda yang terlanjut dicapai sebagai kelompok potensial, sekaligus apatis. Jelas, konsep tersebut rawan untuk terpenjara sebagai hanya konser musik yang dinikmati oleh orang-orang yang sebenarnya tidak mempedulikan apa yang dikampanyekan, tetapi lebih tertarik pada acara apa yang disajikan.

Langkah pertama cukup berhasil: mendatangkan orang. Langkah kedua-lah yang sulit, bagaimana orang-orang yang datang dapat memahami informasi dan substansi kampanye yang sejak awal ingin disampaikan.

Berangkat dari hal tersebut, Tim SOLfest terus belajar dan mengevaluasi diri atas kekurangan. Ini hanya bisa dilakukan dengan mengapresiasi segala kritik dan pandangan yang hadir. Terutama pada rawannya kampanye ini berhenti sebagai sekedar event, sebuah poin yang sejak awal dipikirkan oleh Tim Kerja.

Selain itu untuk mempertahankan bagaimana SOLFest dapat bertransformasi sebagai medium pengorganisiran audiensnya, untuk terlibat dalam aktivisme progresif. Inilah PR besar bagi Tim Kerja SOLFest serta Jaringan Libertarian untuk belajar mengorganisir diri, membangun solidaritas dan mendukung segala perjuangan melawan kapitalisme melalui jejaring non-hirarkis, independen, serta berbasis pada swadaya partisipannya. Meskipun tidak didukung oleh pendanaan raksasa dan jaringan elit, pada akhirnya SOLFest telah membuktikan hal tersebut mungkin.

Tetap semangat teman-teman, salam kenal buat teman baru. Sampai jumpa di project selanjutnya … !

Info tambahan :

1. Petisi terkumopul hingga akhir acara sebanyak 280 orang ditambah dukunngan luar sebanya

2. Donasi yang terkumpul diakhir acara sebesar Rp. 191.000 (laporan keuangan SOLFESt akan dilampirkan pula)

Beberapa Pertanyaan Yang Sering Diajukan Tentang SOLFest dan Kasus Takalar

Apa sih Solfest itu?

Solfest adalah kampanye publik untuk menggalang dukungan dan solidaritas terhadap petani Takalar yang dirampas tanahnya. Seperti yang kita tahu bersama, tanah adalah kehidupan bagi petani. Tanpa tanah, tidak ada kehidupan bagi petani. Merampas tanah petani sama halnya dengan membunuh petani.

Siapa yang merampas tanah petani?

Tanah petani Takalar dirampas oleh PTPN XIV, sebuah perusahaan agribisnis milik negara.

Tapi, apa yang sesungguhnya terjadi?

Tahun 1980, sebuah proyek perkebunan tebu dimulai. Proyek tersebut butuh lahan yang ditempati warga sejak tahun 1960. Masyarakat menolak karena mereka hanya lahan tersebut mereka bergantung hidup. Kamu tahu kan, Maka pembebasan lahan dilakukan secara paksa dan sepihak dengan janji akan dikembalikan setelah 25 tahun.

Sebentar…. dimana sih Polongbangkeng itu? Baru dengar soalnya … J

Polongbangkeng itu di Kabupaten Takalar, sekitar 50 km dari Makassar. Disitulah terletak Pabrik Gula Takalar, salah satu pabrik milik PTPN XIV yang

Apa betul tanah petani dirampas? Karena yang saya tahu dari koran dan televisi, tanah itu kan milik negara? Bukan petani …

Itu keliru! Petani mendiami tanah mereka sejak tahun 1960an. Sebelum ada jalanan dibuat oleh negara, warga telah mengolah lahan menjadi gantungan hidup sehari-hari dengan menanaminya palawija, jagung dan lain-lain. Berdasarkan UU Agraria tanah yang digarap oleh rakyat dalam rentang waktu 25 tahun berturut-turut sudah menjadi hak rakyat. Jika memang bukan tanah warga, mengapa ada proses pembebasan lahan? Lagi pula prosesnya penuh manipulasi dan intimidasi.

Saya tadi mendengar soal manipulasi dan intimidasi? Maksudnya gimana, coba jelaskan…

Bayangkan sosialisasi proyek ini dilakukan hanya di masjid, tahun 1980. Sosialisasinya hanya dihadiri oleh beberapa orang saja. Selanjutnya proses-proses pemaksaan juga terjadi. Banyak warga yang menolak proyek tersebut dipanggil paksa ke kantor tentara. Ada yang diikat lalu diseret. Ada yang dipukuli. Juga ada yang terbunuh, tewas tergantung. Kasus ini tidak pernah diusut hingga sekarang

Astaga!! Seperti itukah kejadiannya?

Ya. Tragis kan?

Berapa luas lahan warga yang dikuasai PTPN XIV?

Sekitar 6500 ha. Dulunya kebun dan sawah. Setiap petak ditandai parit, pohon, pagar dan tanda-tanda lain. Namun setelah diratakan oleh perusahaan, batas atau tanda-tanda tanah hilang.

Apakah ada bukti-bukti tertulis?

Sampai sekarang hampir seluruh warga masih menyimpan amplop berwarna coklat, bekas pembayaran ganti rugi pembebasan. Dalam dokumen tersebut dinyatakan tanah akan dikembalikan 25 tahun berikutnya (tahun 2005), setelah Hak Guna Usaha berakhir. Tapi setelah 25 tahun, HGU tak kunjung selesai. Tanah tak kunjung dikembalikan.

Mengapa tanah tidak dikembalikan setelah HGU selesai?

Itu dia masalahnya. Bupati Takalar langsung saja memperpanjang secara sepihak. SK tentang perpanjangan HGU ditandatangani tanpa meminta persetujuan dari pemilik lahan, para petani. Ini mengulang kejadian saat pertama kali proyek dimulai.

Pemerintah didorong ambisi untuk mendapatkan prestasi swasembada gula. Tetapi dengan cara mengorbankan petani-petani.

Mengapa kita mesti memberi dukungan? Aku tak merasa terkait dengan kejadian ini…

Coba bayangkan, kamu kehilangan sesuatu yang sangat berharga dalam hidupmu, kamu menuntut dikembalikan. Tapi yang kamu dapat, kamu malah dipukuli, ditembaki, ditangkapi. Lalu semua orang berkata, “Aku merasa tak ada hubungannya dengan masalahmu!”.

Tapi, soal petani Takalar ini, kamu bisa saja bilang tidak ada hubungan secara langsung. Tapi tahukah kamu, jika setiap sendok gula dalam teh atau kopimu, atau kue, masakan, dan makanan lainnya yang kamu makan, terdapat keringat dan penderitaan para petani selama hampir 30 tahun?

Para petani melakukan hal yang semestinya dilakukan oleh setiap manusia, membela dan menuntut kehidupannya kembali. Kita, yang sekalipun merasa tidak terkait dengan hal ini, mesti melakukan sesuatu selayaknya sebagai sesama manusia. Bersolidaritas dan mendukung mereka yang menuntut haknya.

Oh.. gitu ya? Lalu sebaiknya seperti apa?

Mari berhenti berfikir bahwa apa yang orang lain alami terlepas dari kita. Apapun yang terjadi di muka bumi ini ada kaitannya dengan kita. “Kamu bisa lari tapi kamu tidak bisa sembunyi”. Setiap hal yang kita konsumsi ada penderitaan orang lain yang dipaksa bekerja untuk membuatnya. Begitulah sistem ekonomi dan sosial yang berlaku ini : kapitalisme!

Dukungan apa yang diharapkan dari kami?

Kami tidak memberikan “instruksi” apa yang kamu sebaiknya harus lakukan. Tapi paling tidak ada sedikit gambaran tentang apa yang harus kamu lakukan:

Mulailah berfikir dan memahami dunia sekelilingmu. Ambil peranmu, maksimalkan potensimu, dan jangan pernah mengatakan kamu tidak bisa apa-apa, atau seba-liknya, kamu telah melakukan sesuatu. Jangan pernah!

[INFO] Coming Soon SOLFest #2 !

Setelah kampanye mendukung petani takalar di Kampus Unhas pada 5 Oktober lalu, Tim Kerja SOLFest akan melanjutkan kampanye publik serupa di Kampus STIMK. Ini telah diagendakan sebelumnya oleh Tim Kerja untuk terus menggalang solidaritas dan membangun opini yang berpihak pada petani dan warga Polongbangkeng, Takalar.

Tanggal 9 November 2009 dipilih sebagai hari yang tepat. Bertempat di halaman parkir Kampus STIMK Dipangera, SOLFest terbuka bagi setiap individu untuk berpartisipasi mengorganisir event kampanye ini.



[SOLFest] Reportase Solidarity Festival 2009

Baruga AP. Pettarani - Kampus Unhas, Tamalanrea, 5 Oktober 2009

- teks dalam koreksi -